New Zealand – “Happiness is like a butterfly. The more you chase it, the more it eludes you. But if you turn your attention to other things, it comes and sits softly on your shoulder.”
Quotes di atas ditulis oleh seorang penyair terkenal Amerika bernama Henry David Thoreau. Beliau mengibaratkan kebahagiaan itu seperti sebuah kupu-kupu. Semakin kita mengejarnya, semakin hewan cantik itu menghindar. Tetapi jika kita mengalihkan perhatian kita kepada hal lainnya, maka kupu-kupu itu akan datang dan duduk dengan lembut di bahu kita. Perumpamaan di atas mengingatkan penulis akan pengalaman hidup dalam meraih kebahagiaan.
Setelah lulus bangku kuliah atau di awal karier, penulis ingat akan pesan seorang mentor mengenai penetapan tujuan atau ‘goal setting’. Beliau mengatakan bahwa manusia yang bahagia adalah manusia yang memiliki ‘goal setting’ dalam kehidupannya. Akhirnya penulis mulai menetapkan tujuan mulai dari memiliki rumah, mobil warna impian, menyekolahkan anak di sekolah terbaik, berkarier di perusahaan ternama, kuliah S2, bekerja di luar negeri (New Zealand), wisata dan masih banyak lagi.
Namun, setelah berjuang dan mencapai semua tujuan atau ‘goals’ dalam kurun waktu 10 tahun, penulis akhirnya sampai pada titik jenuh dan mulai bertanya, “Mengapa setelah mencapai itu semua penulis hanya merasakan kebahagiaan atau kepuasan yang sesaat?” Sehingga penulis harus menetapkan tujuan lainnya untuk bahagia dan terjebak dalam siklus yang tidak pernah berhenti. Kembali lagi ke pertanyaan, “Apakah ‘goal setting’ itu yang salah? Atau ‘goals’ penulis yang salah?”
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia di dunia ini dengan menetapkan tujuannya pula. Tinggal bagaimana manusia mengetahui dan memilih jalan untuk mencapai tujuan itu. Fitrah manusia untuk mencapai kebahagiaan merupakan salah satunya. Namun, sayangnya kebahagiaan yang digambarkan dan ditawarkan oleh suatu kelompok ekonomi tertentu yang mendominasi manusia saat ini adalah dalam bentuk konsumsi. Seperti yang disampaikan oleh seorang ekonom, Victor Lebow (1955):
“Ekonomi kita yang sangat produktif menuntut kita agar membuat konsumsi sebagai jalan hidup kita, mengubah pembelian dan penggunaan barang menjadi ritual kita, mencari kepuasan spiritual kita, dan kepuasan ego kita dalam konsumsi. Ukuran status sosial, penerimaan sosial, prestise sekarang dapat ditemukan dalam pola konsumsi kita. Arti dan makna hidup kita saat ini dinyatakan dengan istilah konsumsi. Semakin besar tekanan pada individu agar sesuai dengan standar sosial yang aman dan diterima, semakin dia cenderung mengungkapkan aspirasinya dan individualitasnya dalam hal apa yang dia pakai, kendarai, makan, rumahnya, mobilnya, pola makanan yang disajikannya, dan hobinya.”
Manusia secara umum telah digiring dan dimanipulasi oleh orang-orang yang berkepentingan untuk mengonsumsi terus menerus, bahkan sudah tidak lagi relevan untuk kelas sosial tertentu dengan menawarkan barang di luar kemampuan mereka dengan alasan mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran rakyat. Tahukah kita akibat dari konsumsi yang berlebihan itu? Kemudian generasi macam apa yang akan kita ciptakan di masa depan dengan jalan hidup seperti itu?
Kita telah membiarkan diri kita terikat oleh sesuatu yang sifatnya sesaat dengan harapan dapat memberikan kebahagiaan dalam jangka waktu yang lama. Dalam agama Islam, keterikatan kepada dunia (harta benda, status sosial, dll) yang berlebihan dapat menimbulkan kekhawatiran dan keinginan (hawa nafsu) yang tidak dapat dikendalikan. Seperti yang tertulis pada Q.S. Al-A’raf (7) ayat 176:
“Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga). Demikian perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”
Sementara ketidakterikatan akan dunia memberikan kita kebebasan, ruang, dan waktu untuk mencari makna dan tujuan hidup yang sebenarnya. Dengan mendekatkan diri dengan Sang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui, Allah Subhanahu wa Ta’ala (HablumminAllah), maka insyaa Allah kebahagiaan dan ketenteraman akan timbul di hati kita, sehingga pupuslah kekhawatiran yang dirasakan dalam kehidupan dunia. Seperti yang tertulis pada Q.S. Ar-Ra’d (13) ayat 28:
“..(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
Kebahagiaan yang hakiki dapat pula diraih dengan hubungan yang lebih bermakna, seperti kembali dekat dengan alam (New Zealand), berhubungan baik dengan sesama manusia, membantu memulihkan masyarakat, menumbuhkan kebahagiaan orang lain, dan membantu saudara-saudara kita yang kurang beruntung, baik di dalam maupun luar negeri (Hablumminannas). Seperti yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam H.R. Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir, No. 13646:
“Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, dan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang muslim, atau menjauhkan kesusahan darinya, atau membayarkan utangnya, atau menghilangkan laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) selama sebulan.”
Maka benarlah perumpamaan yang disampaikan oleh sang penyair sebelumnya bahwa dengan mengalihkan perhatian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sesama manusia, insyaa Allah kebahagiaan akan hadir di hati kita dengan sendirinya, ibarat sebuah kupu-kupu yang duduk dengan lembut di bahu kita. Wallahu A’lam Bishawab.
Oleh karena itu, Maqna.id sebagai tour organizer yang peduli dengan pengetahuan dan nilai baik, insyaa Allah ingin mengajak Anda untuk mengunjungi saudara-saudara Muslim kita di New Zealand, untuk mempelajari dan mencari hikmah melalui tour yang inspiratif dan penuh makna di mana sejalan dengan slogan kami, yakni Traveling with Meaning.
Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat mengunjungi link berikut ini: https://maqna.id/index.php/paket-tour-new-zealand/. Terima kasih.
Penulis:
Arifa Fiqria
Maqna.id – Traveling with Meaning | Paket Tour New Zealand
Leave a Reply